Kamis, 11 April 2013

TEORI-TEORI TUJUAN HUKUM

  1. BATASAN TEORI TUJUAN HUKUM
Hukum adalah alat, bukan tujuan. Dan yang mempunyai tujuan adalah manusia. Akan tetapi karena manusia sebagai anggota masyarakat tidak mungkin dapat dipisahkan dengan hukum, maka yang dimaksud dengan tujuan hukum adalah manusia dengan hukum sebagai alat untuk mencapai tujuan hukum itu.

Keberadaan hukum dalam masyarakat, sebenarnya tidak hanya dapat diartikan sebagai sarana mentertibkan kehidupan masyarakat, melainkan juga dijadikan sarana yang mampu mengubah pola pikir dan pola perilaku masyarakat. Dan pembuatan hukum seyogyanya mampu mengeliminasi setiap konflik yang diperkirakan akan terjadi di masyarakat.

Mengenai tujuan hukum, adapun tujuan pokok hukum adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan ketertiban, dan keseimbangan. Dalam mencapai tujuannya itu, hukum bertugas membagi hak dan kewajiban antarperorangan di dalam masyarakat, membagi wewenang dan mengatur cara memecahkan masalah hukum serta memelihara kepastian hukum.

Menurut beberapa literatur, terdapat beberapa teori tentang tujuan hukum.Dari banyaknya teori yang ada, namun yang paling sering disebutkan hanyalah teori etis, teori utilitas dan teori lainnya yang merupakan kombinasi dari kedua teori tersebut (teori campuran).

  1. TEORI ETIS
Terdapat suatu teori yang mengajarkan bahwa hukuman itu semata-mata menghendaki keadilan. Teori yang mengajarkan hal tersebut dinamakan teori etis, karena menurut teori tersebut, isi hukum semata-mata harus ditentukan oleh kesadaran atau keyakinan yang etis mengenai apa yang adil dan apa yang tidak adil. Pendapat ini juga didukung oleh beberapa ilmuan hukum, salah satunya adalah Geny dan Aritoteles.

Geny mengajarkan di dalam Science et Technique en Droit Prive Positif, bahwa hukum bertujuan semata-mata untuk mencapai keadilan. Dan Aritoteles dalam karyanyaRhetorica, bahwasanya tujuan hukum adalah untuk menegakkan keadilan.

Aritoteles kemudian membagi keadilan ke dalam dua jenis keadilan, yaitu keadilan distributif dan keadilan komutatif:
  1. Keadilan distributif adalah keadilan yang memberikan kepada setiap orang jatah menurut jasanya. Artinya, keadilan ini tidak menuntut supaya setiap orang mendapat bagian yang sama banyaknya atau bukan persamaannya, melainkan kesebandingan berdasarkan prestasi dan jasa seseorang. Yang dinilai adil disini ialah apabila setiap orang mendapatkan hak atau jatahnya secara proporsional mengingat akan pendidikan, kedudukan, kemampuan dan sebagainya. 
  2. Keadilan komutatif adalah keadilan yang memberikan kepada setiap orang sama banyaknya, tanpa mengingat jasa-jasa perseorangan. Artinya, hukum menuntut adanya suatu persamaan dalam memperoleh prestasi atau sesuatu hal tanpa memperhitungkan jasa perseorangan. Dalam keadilan ini yang dituntut adalah keasamaan (mutlak). Dapa dikatakan adil apabila setiap orang diperlakukan sama tanpa memandang kedudukan dan sebagainya.
Hukum tidaklah identik dengan keadilan. Peraturan hukum tidaklah selalu mewujudkan keadilan. Pada umumnya keadilan merupakan penilaian yang hanya dilihat dari pihak yang menerima perlakuan saja. Misalnya, para yustisiabel (pada umummnya pihak yang dikalahkan dalam perkara perdata) menilai putusan hakim tidak adil. Hal tersebut adalah penilaian tentang keadilan yang hanya ditinjau dari satu pihak saja, yaitu pihak yang menerima perlakuan. Padahal pihak yang melakukan tindakan atau kebijaksanaanya juga mengharapkan kepastian hukum. Jadi dapat dikatakan bahwasanya keadilan kiranya tidak harus hanya dilihat dari satu pihak saja, tetapi harus dilihat dari dua pihak.

Teori etis tersebut kemudian dipatahkan oleh L. J. Van Apeldoorn, karena menurutnya teori etis ini dianggap berat sebelah dan terlalu mengagung-agungkan keadilan yang pada akhirnya tidak mampu membuat peraturan umum. Sedangkan peraturan umum adalah sarana untuk kepastian dan tertib hukum (mengikat).Hukum menetapkan peraturan-peraturan umum yang menjadi petunjuk untuk orang-orang dalam pergaulan masyarakat. Dari sinilah timbul kesenjangan antara tuntutan keadilan dan tuntutan kepastian hukum.Semakin tajam suatu peraturan hukum, maka semakin terdesaklah keadilan. “Summun ius, summa iniuria”, keadilan tertinggi dapat berarti ketidakadilan tertinggi.

Sudah menjadi sifat pembawaan hukum bahwa hukum itu menciptakan peraturan-peraturan yang mengikat setiap orang dan oleh karenanya bersifat umum. Hal ini dapat kita lihat dalam ketentuan-ketantuan yang pada umumnya berbunyi, “Barang siapa...”, ini berarti bahwa hukum itu bersifat menyamaratakan. Semua orang dianggap sama. Suatu tata hukum tanpa peraturan umum yang mengikat setiap orang, maka tidak mungkin ada. Tidak adanya peraturan umum berarti tidak ada kepastian hukum. Kalau hukum menghendaki penyamarataan, tidak demikian dengan keadilan. Keadilan menuntut supaya setiap perkara harus ditimbang tersendiri. Dan untuk memenuhi keadilan, peristiwanya harus dilihat secara kasuistis (berdasarkan hati nurani/ kata hati).
  1. TEORI UTILITAS
Aliran utilitas menganggap, bahwa pada asasnya tujuan hukum adalah semata-mata untuk menciptakan kemanfaatan atau kebahagiaan warga masyarakat9. Di dalam bukunya yang berjudul “Intoduction to The Principles of Morals and Legislation (1780)”, Jeremy Betham, seorang pakar hukum Inggris menegaskan bahwa tujuan hukum adalah sedapat mungkin mendatangkan kebahagiaan yang sebesar-besarnya terhadap jumlah orang yang banyak atau yang terkenal dengan “the greatest good of the greatest number”. Selain Jeremy Betham, aliran ini juga didukung oleh James Mill, John Stuart Mill, dan Soebekti.

Soebekti menyatakan, bahwa tujuan hukum itu mengabdi kepada tujuan negara, yaitu mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan rakyatnya. Artinya, tujuan hukum hendaknya memberikan manfaat (nilai guna) yang sebesar-besarnya kepada warga masyarakat. Dalam teori ini, hukum dipandang semata-mata hanya untuk memberikan kebahagiaan bagi warga masyarakat dan pelaksanaan hukum tetap mengacu pada manfaat bagi warga masyarakat10.

Hukum baru dikatakan berhasil guna atau bermanfaat apabila sebanyak mungkin dapat mewujudkan keadilan. Mengeluarkan keadilan dari lingkungan hukum, maka muncul asumsi bahwasanya hukum identik dengan kekuasaan. Hal tersebut tentu kurang tepat, sebab hukum dan kekuasaan saling membutuhkan. Seperti pandangan Mochtar Kusumaatmadja bahwa, “hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan, kekuasaan tanpa hukum adalah kedzaliman.

Dan kebahagiaan atau manfaat bagi orang satu belum tentu sama menurut orang yang lain. Maka, teori utilitas pun dianggap sebagai teori yang berat sebelah, sebab teori ini pun dianggap bersifat subjektif, relatif dan individual.
  1. TEORI CAMPURAN
Atas kelemahan kedua teori diatas yaitu teori etis dan teori utilitas, muncullah teori gabungan yaitu teori yang mengkombinasikan kedua teori tujuan hukum yang terdahulu. Teori gabungan ini dianut oleh beberapa pakar hukum diantaranya yaitu L.J. van Apeldoorn, van Kan dan Bellefroid

Prof. Van Kan di dalam buku Inleiding Tot de Rechtwetenschap menguraikan tentang tujuan hukum yang kesimpulannya bahwa hukum mempunyai tugas untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat. Selain itu dapat pula disebutkan bahwa hukum menjaga dan mencegah agar setiap orang tidak menjadi hakim atas dirinya sendiri (eigenrichting is vorbiden), tidak mengadili dan menjatuhkan hukuman terhadap setiap pelanggaran hukum terhadap dirinya, namun tiap perkara, harus diselesaikan melalui proses pengadilan dengan perantaraan hakim berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku.

Pendapat L.J. van Apeldoorn dalam bukunya Inleiding tot de Studie van het Nederlandsche Recht menegaskan bahwa tujuan hukum adalah pengaturan kehidupan masyarkat secara adil dan damai dengan mengadakan keseimbangan antara kepentingan-kepentingan yang dilindungi sehingga tiap-tiap orang mendapat apa yang menjadi haknya masing-masing sebagaimana mestinya.

Perdamaian di antara masyarakat dipertahankan oleh hukum dengan melindungi kepentingan-kepentingan hukum manusia tertentu, kehormatan, kemerdekaan, jiwa dan harta benda dari pihak yang merugikan. Kepentingan perseorangan seringkali bertentangan dengan kepentingan golongan manusia. Pertentangan tersebut dapat menjadi pertikaian seandainya hukum tidak berperan sebagai perantara untuk mempertahankan kedamaian.

Dalam sebuah literatur mengatakan, pada dasarnya tujuan hukum adalah untuk mengayomi manusia baik secara aktif maupun secara pasif. Secara aktif dimaksudkan sebagai upaya untuk menciptakan suatu kondisi kemasyarakatan yang manusiawi dalam proses yang berlangsung secara wajar. Sedangkan yang dimaksud secara pasif, adalah mengupayakan pencegahan atas tindakan yang sewenang-wenang dan penyalahgunaan hak.

Usaha mewujudkan pengayoman tersebut termasuk didalamnya adalah :
  1. Mewujudkan ketertiban dan keteraturan. 
  2. Mewujudkan kedamaian sejati. 
  3. Mewujudkan keadilan. 
  4. Mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial. 
Dari uraian tersebut, kedamaian sejati dapat terwujud apabila warga masyarakat telah merasakan suatu ketentraman lahir maupun batin. Dan ketentraman dianggap sudah ada apabila masyarakat merasa bahwa kelangsungan hidup dan pelaksanaan hak tidak bergantung pada kekuatan fisik dan non fisik saja. Selama tidak melanggar hak dan merugikan orang lain, masyarakat akan secara bebas melakukan apa yang dianggapnya benar, mengembangkan minat dan bakatnya dan merasa selalu memperoleh perlakuan yang wajar, begitu pula ketika melakukan kesalahan.

Pembentukan Janin Dalam Rahim Perempuan Berdasar Al-Qur'an

No Term al-Qur'an Surah Isi/ Kandungan
1 الأرحام QS. Ali-'Imran 3:6 Penciptaan manusia di dalam rahim adalah kehendak Allah


QS. Al-Anfaal 8:75 Hubungan kekerabatan menjadi dasar dalam hal waris mewarisi dalam islam


QS. Ar Ra'd 13:8 Allah mengetahui isi kandungan dari rahim perempuan


QS. Al-Hajj 22: 5 Penciptaan manusia dari tanah, setetes mani, segumpal darah, segumpal daging hingga terlahir menjadi seorang bayi


QS. Luqman 31:34 Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang telah terjadi, yang sedang terjadi dan akan terjadi


QS. Al-Ahzab 33:6 Orang-orang yang lebih berhak atas waris mewarisi yaitu yang memiliki hubungan darah
Kesimpulan 1. Allah menciptakan manusia dari mulai berada dalam rahim perempuan dengan kuasa-Nya, mereka diciptakan dari tanah, setetes mani, segumpal darah, dan segumpal daging hingga terlahir menjadi bayi
2. Hubungan darah dan/atau hubungan kekerabatan adalah dasar waris mewaris

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِن كُنتُمْ فِي رَيْبٍ مِّنَ الْبَعْثِ فَإِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن تُرَابٍ ثُمَّ مِن نُّطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ مِن مُّضْغَةٍ مُّخَلَّقَةٍ وَغَيْرِ مُخَلَّقَةٍ لِّنُبَيِّنَ لَكُمْ وَنُقِرُّ فِي الأَرْحَامِ مَا نَشَاء إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى ثُمَّ نُخْرِجُكُمْ طِفْلاً ثُمَّ لِتَبْلُغُوا أَشُدَّكُمْ وَمِنكُم مَّن يُتَوَفَّى وَمِنكُم مَّن يُرَدُّ إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ لِكَيْلا يَعْلَمَ مِن بَعْدِ عِلْمٍ شَيْئًا وَتَرَى الأَرْضَ هَامِدَةً فَإِذَا أَنزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاء اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ وَأَنبَتَتْ مِن كُلِّ زَوْجٍ بَهِيجٍ QS. Al-Hajj 22: 5
No Term al-Qur'an Surah Isi/ Kandungan
1 نطفة QS. An Nahl 16:4 Hakikat manusia tercipta dari air mani


QS. Al Kahfi 18:37 Manusia diciptakan dari tanah dan setetes air mani


QS. Al-Hajj 22: 5 Penciptaan manusia dari tanah, setetes mani, segumpal darah, segumpal daging hingga terlahir menjadi seorang bayi


QS. Al Mu'minuun 23:13 Manusia diciptakan dari sari pati air mani (laki-laki) yang disimpan didalam rahim (perempuan)


QS. Faathir 35:11 1. Manusia tercipta dari tanah kemudian dari air mani


2. Manusia diciptakan berpasang-pasangan


3. Kehendak Allah atas segala ketentuannya


QS. Yaa Siin 36:77 Allah menciptakan manusia dari setitik air mani


QS. Al Mu'min 40:67 Penciptaan manusia dari setetes mani dan segumpal darah, kemudian dilahirkan di dunia, sampai diwafatkannya mereka


QS. An-Najm 53:46 Manusia berawal dari air mani yang dipancarkan (diteteskan pada rahim perempuan)


QS. Al Qiyaamah 75:37 Manusia dahulunya adalah bermula dari tetesan mani yang diteteskan kedalam rahim


QS. Al Insaan 76:2 Manusia adalah hasil dari campurna air mani (laki laki) dengan benih (perempuan) yang dilahirkan untuk diuji ketaqwaannya kepada Allah


QS. 'Abasa 80:19 Allah menciptakan manusia dari setetes mani dengan segala ketentuan dan takdirnya
2 النطفة QS. Al Mu'minuun 23:14 Proses diciptakannya manusia dari setetes mani menjadi segumpal darah, segumpal darah menjadi segumpal daging kemudian dijadikan tulang belulang yang terbungkus oleh daging
Kesimpulan Bahwasanya manusia tercipta dari tanah dan dari setetes air mani (laki-laki) yang dipancarkan (diteteskan) kedalam rahim (perempuan) yang bercampur, kemudian dijadikannya gumpalan daging hingga mereka terlahir menjadi seorang bayi di dunia dengan segala ketentuan takdirnya sampai diwafatkannya mereka

Selasa, 01 Januari 2013

Kumpulan Istilah-istilah Hukum dalam Pengantar Ilmu Hukum

HUKUM LINGKUNGAN: Pembangunan Versus Lingkungan Hidup

Manusia dan ruang adalah dua komponen yang saling berkaitan dalam konsep pembangunan. Ruang adalah tempat manusia untuk melakukan segala aktifitasnya. Ruang bersifat dinamis karena akan selalu berkembang, sejalan dengan perkembangan kuantitas manusia pada suatu wilayah.
Dinamika ruang tidak lepas dari usaha pembangunan. Dan pembangunan pada dasarnya untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan menciptakan kesejahteraan masyarakat. Namun, perlu kita kritiki pula bahwasanya pembangunan tidak jarang merugikan masyarakat dan bahkan sering pula pembangunan yang  merusak lingkungan hidup. Kondisi seperti ini dimungkinkan karena suatu paham yang mendasari pemikiran kita yaitu paham antroposentrisme yang berarti manusia berlaku sebagai subjek dan lingkungan berlaku sebagai objek maka yang terjadi adalah suatu eksploitasi terhadap lingkungan hidup atau yang kita dengar dengan pembangunan VS lingkungan hidup. Karena manusia merasa bahwa dirinya sebagai penguasa lingkungan hidup dan bisa bertindak apapun terhadapnya.
Dalam konsep pembangunan ada tiga pilar pembangunan yang perlu diperhatikan  yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan hidup. Ketiga pilar tersebut harus menjadi perhatian utama dan perlu adanya keseimbangan diantaranya dalam melakukan pembangunan. Namun, pada kenyataannya pada era modernisasi ini pembangunan-pembangunan yang dilakukan tidak memperhatikan ketiga pilar tersebut. Misalnya, pembangunan ruko-ruko atau tempat pusat perbelanjaan saat ini yang semakin bersaing dan memakan banyak daerah resapan air. Akibatnya daerah yang dijadikan resapan air menjadi bajir. Hal seperti ini tentu menjadi hal yang sangat merugikan lingkungan sosial di sekitarnya. Banyak masyarakat yang mengeluh dan merasa dirugikan. Dari konsep tersebut  dapat dikatakan bahwasnya pembangunan ini tidak memperhatikan ketiga pilar pembangunan tersebut. Mereka hanya memperhatikan bagaimana caranya pertumbuhan ekonomi menjadi lebih baik tetapi hal itu menimbulkan keresahan masyarakat dengan menghilangkan daerah resapan air. Disini hanya angka ekonomi yang diutamakan tetapi angka sosial dan lingkungan hidup tidak diperhatikan dalam konsep pembangunannya. Hal seperti inilah merupakan suatu eksploitasi terhadap lingkungan hidup.
Lantas pembangunan seperti apakah yang ideal? Pembangunan yang ideal adalah pembangunan yang memperhatikan ketiga pilar tersebut, memperhatikan ketiganya dan melakukan ketiganya dengan seimbang dan tidak mengutamakan atau meninggalkan satu pilar pun. Dan juga, perlu adanya perubahan pemahaman yaitu suatu paham ekosentrisme yaitu memusatkan etika tidak hanya pada makhluk hidup tetapi keseluruhan ekologi atau pembangunan yang berwawasan lingkungan hidup yaitu pembangunan dengan tidak merusak lingkungan hidup sebagaimana yang diatur dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Konsep Perlindungan yang dimaksud yaitu protektif, persuasif serta refresif (penegakan hukum) dan konsep pengelolaan yaitu berupa planning, aksi, control serta evaluasi.

Pengantar Ilmu Hukum

PENGERTIAN HUKUM 
Apakah sebenarnya pengertian dari hukum itu? Jikalau kita menanyakan apakah yang dinamakan Hukum, maka kita akan menjumpai tidak adanya persesuaian pendapat. Itu dikarenakan Hukum itu mempunyai segi dan bentuk yang sangat banyak, sehingga tak mungkin tertuang dalam satu definisi. Bahkan Menurut Prof. Mr Dr L.J. van Apeldoorn dalam sebuah buku karangannya yang berjudulInleiding tot de studie van het Nederladse Recht’ ,” bahwa tidak mungkin memberikan suatu definisi tentang apakah yang disebut hukum itu”.
Namun, jika kita lihat didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, sebuah hukum diartikan sebagai : 1. peraturan yang dibuat penguasa ( Pemerintah ) atau adat yang berlaku bagi semua orang di suatu masyarakat ( negara ); 2. Undang – undang, peraturan, dsb untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat; 3. Patokan ( Kaidah, ketentuan ) mengenai peristiwa ( Alam dsb ), yang tertentu; 4. Keputusan ( Pertimbangan ) yang ditetapkan oleh hakim ( Di pengadilan ); vonis.
Jika kita tinjau lagi kedalam Kamus Besar Hukum, bahwasanya Hukum adalah Undang Undang. Dan Undang-Undang adalah serangkaian ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh DPR dan Presiden atau Kepala Negara yang harus ditaati isinya dan bersifat mengikat, dan didalam pelaksanaanya juga diberikan sangsi.
Pendapat lain mengatakan, Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan, dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, juga sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antara masyarakat terhadap kriminalisasi.
Hukum itu tidak dapat kita lihat, namun sangat penting bagi kehidupan masyarakat, karena Hukum itu mengatur perhubungan antara anggota masyarakat seorang dengan masyarakatnya. Artinya, Hukum juga mengatur hubungan antara manusia perseorangan dengan masyarakat. Misalnya, hubungan dalam perkawinan, domosili, pekerjaan, perjanjian perdagangan, dll. 

UNSUR - UNSUR HUKUM
Apabila kita perhatikan definisi – definisi Hukum atau rumusan dari para Sarjana Hukum tersebut, pada dasarnya kita dapat mengambil kesimpulan bahwa Hukum itu meliputi beberapa unsur, yaitu :
  1. Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat. 
  2. Peraturan itu diadakan oleh Badan – badan Resmi yang berwajib. 
  3. Peraturan itu bersifat memaksa. 
  4. Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas. 
CIRI – CIRI HUKUM
Dalam rumusan mengenai hukum, kita menemukan ciri-ciri hukum seperti berikut:
  1. Adanya perintah dan/atau larangan. Artinya, peraturan hukum itu mungkin berupa perintah dan mungkin pula berupa larangan, atau mungkin pula kedua-duanya; 
  2. Adanya keharusan untuk menaati peraturan hukum. Kewajiban ini berlaku bagi siapa saja.
Hukum meliputi berbagai peraturan yang menentukan dan mengatur perhubungan orang yang satu dengan yang lain, yakni peraturan – peraturan hidup kemasyarakatan yang dinamakan Kaedah Hukum. Barangsiapa yang dengan sengaja melanggar suatu Kaedah Hukum akan dikenakan sanksi berupa hukuman. 

SIFAT DARI HUKUM
Pada dasarnya keberadaan hukum di tengah – tengah masyarakat sangat penting, oleh sebab itu masyarakat harus memiliki kesadaran hukum. Seperti yang telah dijelaskan diatas, haruslah Kaedah Hukum itu ditaati oleh masyarakat agar tata-tertib tetap terpelihara.

Agar keberadaan suatu Hukum itu ditaati oleh masyarakat, dijelaskan bahwasanya hukum itu bersifat sebagai berikut:
  1. Mengatur, karena hukum memuat peraturan-peraturan berupa perintah dan atau larangan yang mengatur tingkah laku manusia dala hidup bermasyarakat demi terciptanya ketertiban dalam masyarakat. 
  2. Memaksa, karena hukum dapat memaksa anggota masyarakat untuk mematuhinya. Apabila melanggar hukum akan menerima sanksi tegas.